RUANGAKSELERASI.ID, MAKASSAR –Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar kembali menggelar sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan empat proyek jasa pengawasan, konsultasi, dan pendampingan di PT. Surveyor Indonesia Cabang Makassar tahun 2019-2020 dengan terdakwa Asmara Hady, Kamis (20/3/2025).
Dalam sidang tersebut, yang mengagendakan pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), terungkap bahwa Asmara Hady, mantan Pjs Kepala Bagian Komersial 2 PT. Surveyor Indonesia Cabang Makassar, dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, menyampaikan bahwa JPU Kejati Sulsel meminta Majelis Hakim untuk memvonis Asmara Hady dengan pidana penjara selama 8 tahun dan 6 bulan. Selain itu, JPU juga menuntut denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan.
Tak hanya pidana pokok, JPU turut menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp806.864.500. Apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap uang tersebut tidak dibayarkan, maka harta benda terdakwa akan disita dan dilelang untuk menutupi pembayaran tersebut. Jika harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka akan digantikan dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 3 bulan.
“Sidang selanjutnya akan dilanjutkan pada Kamis, 10 April 2025 dengan agenda pembacaan pledoi dari terdakwa,” kata Soetarmi.
Modus Operandi Korupsi
Dari hasil penyelidikan, Asmara Hady diketahui bekerja sama dengan beberapa pihak dalam melaksanakan empat proyek yang diduga fiktif tersebut.
Beberapa pihak yang terlibat antara lain:
- Terdakwa ATL, Junior Officer PT Surveyor Indonesia Cabang Makassar sekaligus Project Manager/Personal Incharge (PIC).
- Terdakwa TY, Kepala Cabang PT Surveyor Indonesia Cabang Makassar.
- Terpidana IM, Direktur Utama PT. Cahaya Sakti.
- Pihak-pihak terkait di PT. Basista Teamwork, PT. Cahaya Sakti, dan PT. Inovasi Global Solusindo.
Proyek tersebut mencakup penyusunan dokumen teknis, administrasi, serta pendampingan permohonan pembaruan izin pembangkit tenaga gas PLTG 4×7.8 MW Tarakan, Kalimantan Utara. Namun, proyek tersebut diduga fiktif karena aliran dana justru digunakan untuk kepentingan pribadi para pelaku, termasuk membeli mobil Mitsubishi Expander tipe Cross 1.5 L 4×2 AT tahun 2019 senilai Rp283 juta oleh Asmara Hady.
Selain itu, uang hasil korupsi juga mengalir ke berbagai pihak yang saat ini masih dikembangkan penyidik.
Dana yang Dinikmati Terdakwa
Dari proyek tersebut, Asmara Hady diketahui telah menerima keuntungan tidak sah sebesar Rp806.864.500. Pengembalian sebagian dana tersebut sempat diupayakan oleh terdakwa melalui surat pernyataan pengembalian uang kepada PT. Surveyor Indonesia yang dibuat pada 8 April 2022.
Namun, penyidik masih mendalami aliran dana lainnya yang diterima terpidana IM melalui PT. Cahaya Sakti yang dimasukkan ke rekening staf PT. Cahaya Sakti bernama RHY dengan jumlah mencapai Rp4,48 miliar.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah pihak yang diduga melakukan rekayasa pekerjaan untuk mengeruk keuntungan pribadi.