RUANGAKSELERASI.ID, MAKASSAR — Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua), Azhar Ghazali, menanggapi laporan calon jemaah umrah yang merasa ditipu oleh salah satu biro perjalanan di Sulawesi Selatan.
Azhar menekankan pentingnya profesionalisme dalam penyelenggaraan perjalanan umrah, terutama dalam penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan akreditasi.
“Setiap perusahaan seharusnya tidak hanya sekadar mengantongi akreditasi dan sertifikasi, tetapi juga benar-benar menerapkan SOP dalam operasional hariannya. Kalau profesional, manajemennya pun pasti tertata,” tegas Azhar, Rabu (6/8/2025).
Azhar menambahkan, kasus dugaan penipuan seperti penahanan paspor atau ketidakjelasan biaya sebaiknya ditelaah secara menyeluruh.
“Kalau ada pembayaran uang muka misalnya Rp5 juta dulu, lalu sisanya belakangan karena ada dukungan pembiayaan, itu harus dibicarakan sejak awal dengan jelas. Jangan ada kesepakatan yang menggantung,” katanya.
Menurutnya, bila ada dokumen jemaah yang tidak lengkap atau syarat pembiayaan yang tidak terpenuhi, penyelenggara wajib memberi penjelasan.
“Soal penahanan paspor, kita juga harus lihat kasusnya seperti apa. Harus dikonfirmasi ke pihak travel, apa alasan penahanannya. Jangan sampai terjadi kesepakatan yang tidak dijalankan kedua belah pihak,” kunci Azhar.
Dilansir sebelumnya, sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) bersama keluarganya dari Kabupaten Maros, mendatangi Mapolrestabes Makassar usai diduga jadi korban pemerasan dan penipuan. Mereka diduga jadi korban pemerasan dan penipuan yang dilakukan oleh salah satu biro travel perjalanan umrah di Kota Makassar, Sulsel. Mereka membuat laporan polisi, pada Senin (4/8/2025).
“Kami jamaah dari Mallawa sejumlah sembilan orang. Telah melakukan laporan ke Kantor Kemenang, Imigrasi Makassar, dan Polrestabes Makassar. Indikasi penipuan dan pemerasan,” kata salah satu korban bernama Rohani.
Rohani juga diduga diperas oleh pihak travel dengan modus menahan dokumen paspor yang telah diserahkan. Jika para korban hendak mengambil paspor pihak travel meminta uang senilai Rp 5 juta.
“Penahanan dokumen paspor tanpa hak. Owner memberikan dokumen yang berisi peryataan tanpa membacakan dan menjelaskan serta tidak memberikan salinan dokumen tersebut. Travel menahan paspor semua jamaah dan meminta tebusan,” ucap Rohani.
Dirinya juga mempertanyakan perihal penahanan paspor yang dilakukan pihak travel. “Menahan paspor tanpa hak karena yang dapat menahan paspor hanya pihak Imigrasi, bukan travel,” kata dia.
Lebih lanjut, Rohani mengaku telah berupaya menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, namun tidak membuahkan hasil.
“Kami dijanji surat pengambilan paspor tanggal 9 Juli. Tapi saat kami datang, kantornya tutup. Handphone tidak aktif. Katanya paspor kami sudah terdaftar di tiket pesawat. Tapi waktu kami minta bukti tiket, tidak bisa ditunjukkan,” ungkapnya.
Secara total, kerugian yang ditanggung oleh 12 orang keluarganya mencapai puluhan juta rupiah. Termasuk uang muka Rp18 juta dan biaya vaksin sekitar Rp850 ribu per orang.“Saya ajak sampai 20 orang supaya kakak saya bisa gratis. Tapi ternyata tidak ada keberangkatan. Malah saya disuruh bayar Rp10 juta lagi,” sesalnya.
Sementara, Kasi Humas Polrestabes Makassar AKP Wahiduddin masih melakukan pengecekan terhadap laporan resmi para korban tersebut. “Masih dicek dulu, baru melapor,” kata dia.(*)