Rusaknya Lingkungan Laut Makassar-Maros hingga Kehati

8283910d 9e19 41de b83f 3d8c7b3f0f4b
Ketua Forum Komunitas Hijau, Ahmad Yusran| Foto: Ist

RUANGAKSELERASI.ID, MAKASSAR – Forum Komunitas Hijau sangat menyayangkan lemahnya pencegahan dampak negatif kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan laut, dan rusaknya keanekaragaman hayati (Kehati) Mangrove.

Selain Mangrove di Maros yang ditebang secara ugal-ugalan dan terbit SHM. Ironisnya di utara kota Makassar juga terbit sertipikat hak milik (SHM) di laut, tepatnya di pesisir Kampung Karabba, Kelurahan Tallo, Kecamatan Tallo.

Padahal berdasarkan perspektif ekologi, pendekatan berbasis ekosistem mempertimbangkan hubungan antara organisme hidup, habitat, kondisi fisika dan kimia dari ekosistem. Sangat jelas tujuannya yaitu menitikberatkan pada pentingnya keterpaduan ekologi, keanekaragaman hayati (Kehati) dan kesehatan ekosistem secara keseluruhan.

Bacaan Lainnya

“Selain tak adanya early warning dan pencegahan dampak negatif oleh para pihak terkait, dan sanksi efek. Adalah sebuah keniscayaan pembangunan infrastuktur akan selaras dengan alam. Jika isi muatan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) hanya sebuah formalitas belaka diatas kertas. Namun faktanya dilapangan tujuan utamanya praktek reklamasi dan dalih merusak mangrove dan membuka tambak seperti di kabupaten Maros,” kata Ahmad Yusran Sabtu (1/2/2025).

Yusran menjelaskan dengan pengelolaan, pendekatan berbasis ekosistem yang mengacu pada strategi pengelolaan terpadu dari sistem sosial-ekologi yang mempertimbangkan faktor-faktor ekologi. Maka sosial dan ekonomi pastinya akan berdampak, jika saja dijalankan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

“Sebab dengan pengelolaan berbasis ruang terhadap pesisir dan laut mendukung pengelolaan zona ekonomi ekslusif yang berkelanjutan. Dimana Integrated Coastal Zone Management (ICZM/Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu) merupakan pengelolaan terpadu.

Mulai dari wilayah pesisir dan laut melalui koordinasi lintas institusi dan lembaga baik laut dan daratan. Karena Marine Spatial Planning (MSP/Perencanaan Ruang Laut) menitikberatkan pada ZEE itu mengintegrasikan kebutuhan dan kebijakan sektor-sektor kelautan didalam suatu kerangka perencanaan,” beber Yusran.

Sementara itu yang tak kalah pentingnya adalah, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut, dimana pengelolaan zona ekonomi eksklusif dengan pendekatan berbasis ekosistem antara lain :

  1.  Penetapan arahan alokasi ruang untuk kawasan pengelolaan sediaan sumber daya ikan
  2. Pengembangan kawasan konservasi meliputi perlindungan, pelestarian, pemeliharaan dan pemanfaatan fungsi lingkungan laut.
  3. Pencegahan dampak negatif kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan laut
  4. Melaksanakan konservasi jenis ikan yang berupaya jauh, berupaya antara zona ekonomi eksklusif, mamalia laut, jenis ikan anadrom dan jenis ikan katadrom.
  5. Bekerjasama dengan negara lain atau melalui organisasi internasional untuk mencegah kerusakan lingkungan laut.

Berikut dengan indikator telah tercapai jika implementasi pengelolaan areal lautan sudah dijalankan melalui adanya dokumen kebijakan, regulasi, pedoman atau dokumen teknis lainnya pada tingkat nasional yang menghendaki adanya pengelolaan areal lautan dengan pendekatan berbasis ekosistem.

“Disinilah pentingnya Pemkot Makassar, Pemkab Maros dan para pihak terkait paham akan pendekatan berbasis ekosistem itu bermanfaat untuk konservasi keanekaragaman hayati secara berkelanjutan; dan pembagian yang adil dan merata dari keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatan sumber daya genetic yang terdapat di laut, ungkap Yusran(*)

Pos terkait