RUANGAKSELERASI.ID, INTERNASIONAL – Ratusan ribu warga Palestina terpaksa meninggalkan kota Rafah di Gaza selatan dalam perpindahan massal terbesar akibat agresi militer Israel. Pasukan pendudukan terus merangsek ke wilayah tersebut, meninggalkan jejak kehancuran yang semakin meluas.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan, pada Rabu (2/4/2025), serangan udara Israel menewaskan 112 warga Palestina sejak fajar, dengan 70 di antaranya terjadi di Kota Gaza, wilayah utara jalur tersebut. Angka ini menjadikan Kamis sebagai hari paling mematikan sejak Israel kembali melancarkan serangan ke Gaza pada 18 Maret lalu.
Di Shejaiya, pinggiran Kota Gaza, serangan udara pada Kamis pagi menewaskan sedikitnya 20 orang. Sementara itu, di Kota Gaza, sedikitnya 27 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, tewas akibat serangan udara yang menghantam sekolah Dar al-Arqam di lingkungan Tuffah. Sekolah tersebut sebelumnya digunakan sebagai tempat perlindungan bagi keluarga yang mengungsi.
Pasukan Israel terus menyerbu Rafah, kota yang menjadi tempat perlindungan terakhir bagi warga yang melarikan diri dari agresi. Penduduk setempat menggambarkan situasi sebagai bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Rafah sudah hilang, sedang dihancurkan,” kata seorang ayah dari tujuh anak yang melarikan diri ke Khan Yunis. “Mereka merobohkan rumah dan properti yang masih berdiri,” ujar pengungsi lainnya.
Serangan terhadap Rafah menandai eskalasi besar dalam agresi Israel, yang dimulai kembali bulan lalu setelah mengabaikan gencatan senjata yang berlaku sejak Januari. Di Shejaiya, ratusan warga juga terpaksa meninggalkan rumah mereka setelah Israel memerintahkan evakuasi.
Banyak warga Gaza yang telah kembali ke rumah mereka selama gencatan senjata kini diperintahkan kembali untuk mengungsi. Mereka khawatir Israel berencana mengosongkan wilayah tersebut secara permanen, menyebabkan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Namun, sebagian warga Palestina memilih bertahan meski Israel terus membombardir wilayah mereka.
“Sebagian bertahan karena tidak tahu harus ke mana, atau sudah muak karena terusir berkali-kali,” kata Basem, seorang warga Rafah. “Kami khawatir mereka akan dibunuh atau paling tidak ditahan.”
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan pihaknya bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk merealisasikan rencana yang dinilai bertujuan mengusir penduduk Gaza.
Sejak Israel melanjutkan agresinya pada 18 Maret, lebih dari 1.160 warga sipil tewas. Secara keseluruhan, sejak Oktober 2023, jumlah korban jiwa akibat serangan brutal Israel telah mencapai 50.500 orang, dengan hampir 115.000 lainnya terluka.