RUANGAKSELERASI.ID, INTERNASIONAL – Raja Yordania Abdullah II dengan tegas menolak rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi warga Palestina ke negara-negara tetangga. Dalam pertemuan di Gedung Putih, Washington, DC, Abdullah menegaskan bahwa negara-negara Arab bersatu dalam menentang rencana tersebut.
“Saya tegaskan kembali posisi teguh Yordania dalam menentang pemindahan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Ini adalah posisi Arab yang bersatu,” kata Abdullah melalui media sosial pada Selasa (11/2/2025) usai bertemu dengan Trump.
Namun, Abdullah menyatakan bahwa negaranya tetap membuka pintu bagi bantuan kemanusiaan. Yordania bersedia menerima 2.000 anak Palestina yang sakit, termasuk penderita kanker, untuk mendapatkan perawatan medis.
Trump, yang mengaku belum mengetahui rencana ini sebelumnya, menyebut langkah Yordania sebagai “isyarat yang sangat indah.”
Menjelang pertemuannya dengan Trump, Raja Abdullah menyerukan pembentukan negara Palestina sebagai solusi utama atas konflik yang berkepanjangan. Ia juga menegaskan bahwa Yordania dan Mesir menolak gagasan relokasi paksa warga Palestina, meskipun Trump telah mengisyaratkan kemungkinan menahan bantuan keuangan bagi kedua negara jika mereka menolak rencana tersebut.
Saat ini, Yordania menerima bantuan AS sebesar $1,45 miliar per tahun, yang mencakup sekitar 10 persen dari anggaran negara. Namun, pejabat Yordania menegaskan bahwa mereka siap mengabaikan bantuan tersebut jika dikaitkan dengan upaya relokasi warga Palestina.
“Bantuan Amerika penting, tetapi jika dikaitkan dengan relokasi, kami tidak akan ragu untuk menolaknya,” ujar seorang pejabat Yordania.
Trump sebelumnya mengusulkan agar AS “mengambil alih” Gaza dan membangun kembali wilayah tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah”. Namun, rencana itu hanya bisa terjadi jika warga Palestina dipindahkan ke tempat lain, yang memicu kecaman luas dari berbagai pihak.
Rencana ini memicu gelombang protes besar di Yordania. Ribuan warga turun ke jalan di Amman untuk menentang kebijakan Trump, sementara sumber di Amman menyebut bahwa Yordania siap menyatakan perang terhadap Israel jika warga Palestina dipaksa masuk ke wilayahnya.
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, memperkuat pernyataan ini dengan menegaskan bahwa pemerintah Yordania tidak akan tinggal diam jika terjadi pemindahan paksa rakyat Palestina.
Usulan Trump telah mendapat kecaman luas, tidak hanya dari Palestina dan negara-negara Arab, tetapi juga dari Kanada, Prancis, Jerman, Inggris, serta banyak negara lainnya.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan anggota koalisinya menolak gagasan pembentukan negara Palestina, yang semakin memperumit upaya perdamaian di kawasan tersebut.
Raja Abdullah menegaskan bahwa pembicaraan mengenai masa depan Gaza harus dilakukan dengan kesabaran dan koordinasi dengan negara-negara Arab lainnya. Ia menyebut bahwa Mesir akan menyampaikan tanggapan resminya kepada Trump, yang kemudian akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan di Riyadh.
“Kita tunggu saja sampai Mesir datang dan menyampaikannya kepada presiden, jangan tergesa-gesa,” kata Abdullah.
Situasi ini semakin menegaskan bahwa konflik Israel-Palestina masih jauh dari kata selesai, dengan berbagai pihak yang tetap bersikeras pada posisi mereka masing-masing.(*)