RUANGAKSELERASI.ID, JAKARTA — Potensi zakat nasional mencapai Rp327 triliun per tahun, namun realisasi penghimpunan zakat melalui lembaga resmi baru menyentuh Rp41 triliun. Yang tercatat secara resmi bahkan lebih rendah, hanya Rp 13 triliun.
“Banyak masyarakat berzakat langsung ke mustahik tanpa melalui lembaga resmi. Ini membuat data tidak tercatat dan kemanfaatannya tidak bisa diukur secara strategis,” terang Prof Waryono Abdul Ghofur, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, dalam diskusi CSED bersama Prof KH Ma’ruf Amin, dikutip Ahad (12/7/2025).
Wakil Presiden ke-13 RI, Prof KH Ma’ruf Amin, menegaskan pentingnya menjadikan zakat sebagai bagian dari sistem ekonomi umat, bukan sekadar ibadah ritual. “Zakat itu bukan hanya ibadah spiritual, tapi juga muamalah. Ini perlu dipahami umat. Kita harus menjembatani kesadaran agar literasi naik bersama inklusi,” ujar dia.
Sepanjang 2024, penghimpunan dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya (ZIS-DSKL) meningkat menjadi Rp40,5 triliun atau naik 25,3 persen dari tahun sebelumnya. Dana ini telah disalurkan ke 119 juta jiwa penerima manfaat, meningkat dari 97,8 juta jiwa pada 2023.
Namun, laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/2025 menyebut tantangan utama zakat Indonesia justru berada pada sistem pencatatan dan integrasi strategis. Dengan potensi ekonomi umat yang besar, Indonesia dinilai belum optimal mengarahkan zakat sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi riil.
SGIE juga mencatat bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga global dalam Global Islamic Economy Indicator (GIEI), di bawah Malaysia dan Arab Saudi. Salah satu kekuatan Indonesia adalah sektor keuangan sosial berbasis syariah, namun sektor ini belum menyumbang maksimal karena lemahnya koordinasi dan sistem pencatatan yang tidak terstandar.
Kementerian Agama dan BWI menyebut, dari potensi wakaf nasional sebesar Rp100 triliun, baru sekitar Rp3 triliun yang terealisasi. Dari angka tersebut, Rp1,16 triliun berasal dari instrumen Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), sebuah inovasi wakaf produktif berbasis imbal hasil negara.
Prof Ma’ruf Amin menilai wakaf bisa menjadi solusi pengelolaan lahan terbengkalai yang dikuasai lembaga tertentu dan tidak bisa diakses oleh rakyat. “Lahan kita banyak, tapi terbengkalai. Kita perlu aturan agar tanah itu bisa diserahkan ke masyarakat, lewat skema dana sosial dan wakaf produktif,” tegas dia.(*)