RUANGAKSELERASI.ID, MAKASSAR – Kasus pengkavelingan pesisir laut di Kabupaten Maros mengungkap skandal kejahatan lingkungan yang diduga melibatkan komplotan besar. Lebih dari sekadar pelanggaran hukum, peristiwa ini menunjukkan adanya orkestrasi terencana yang merusak ekosistem dan merampas hak masyarakat pesisir.
“Pembalakan mangrove dan pemagaran bidang di pesisir laut serta penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di atas lahan tersebut tidak mungkin terjadi tanpa peran jaringan besar. Namun, hingga kini, penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Maros dan Reserse Kriminal baru menyasar pihak di level bawah, seperti pemilik SHM, kepala desa, dan perangkatnya,” jelas Ketua Forum Komunitas Hijau, Ahmad Yusran pada Minggu (23/2/2025).
Padahal, Forum Komunitas Hijau menegaskan bahwa penyelidikan semestinya menyasar tokoh-tokoh berpengaruh, seperti pengusaha dan pejabat pemberi izin. Indikasi keterlibatan mereka terlihat jelas dari alur perizinan hingga terbitnya SHM di atas lahan pesisir.

Kasus ini semakin mencurigakan ketika polisi baru memeriksa warga yang memiliki SHM hasil jual beli berdasarkan pernyataan lisan kepala desa yang diduga membuat surat izin palsu. Pertanyaannya, siapa dalang utama di balik penerbitan SHM di atas lahan pesisir yang seharusnya dilindungi?
Menurut Forum Komunitas Hijau, penyelidikan harus diperluas hingga menyentuh aktor-aktor besar, termasuk kepala daerah yang memberi rekomendasi, pejabat eselon I yang memproses perizinan, hingga menteri yang menerbitkan izin. Bahkan, bangunan gedung bank sampah di sekitar lokasi pun perlu ditelusuri keterkaitannya.
“Dalam proses penerbitan sertifikat hak milik, Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga harus dimintai pertanggungjawaban. Tanpa keterlibatan mereka, penerbitan SHM di atas lahan pesisir tidak mungkin terjadi,”tegasnya.
Forum Komunitas Hijau menegaskan bahwa pengungkapan kejahatan lingkungan ini tidak boleh berhenti pada pejabat level bawah yang dijadikan “kambing hitam”. Ada jaringan kuat yang mengatur alur perizinan hingga pembalakan mangrove yang merusak lingkungan.
Kini, publik menanti keberanian aparat penegak hukum untuk mengungkap aktor intelektual di balik kejahatan lingkungan hidup di Maros. Jangan sampai kasus ini menjadi contoh buruk penegakan hukum yang tebang pilih, sementara dalang utamanya tetap bebas berkeliaran.
Siapa sebenarnya yang bermain di balik layar? Akankah keadilan berpihak pada lingkungan dan masyarakat pesisir? Kita tunggu langkah tegas dari aparat penegak hukum.(*)