Mengenang Pejuang Jurnalistik di Hari Pers Nasional 2025

Selamat Hari Pers Nasional 9 Februari
Selamat Hari Pers Nasional 9 Februari| Ilustrasi: ruangakselerasi.id

RUANGAKSELERASI.ID, MAKASSAR – Setiap tanggal 9 Februari, Indonesia memperingati Hari Pers Nasional (HPN), sebuah momentum untuk menghargai kontribusi insan pers dalam membangun negeri.

Pers memiliki peran krusial dalam menyebarkan informasi, mengawasi jalannya pemerintahan, serta menjadi jembatan antara masyarakat dan pengambil kebijakan. Namun, sejarah pers nasional tidaklah mudah. Para pejuang pers harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tekanan pemerintah, ancaman fisik, hingga pembungkaman kebebasan berekspresi.

Jejak Para Pejuang Pers Nasional

Bacaan Lainnya

Sejarah pers Indonesia tidak lepas dari peran besar tokoh-tokoh jurnalistik yang berani menyuarakan kebenaran. Salah satunya adalah Tirto Adhi Soerjo, yang dikenal sebagai pelopor jurnalisme modern di Indonesia. Melalui surat kabar Medan Prijaji, Tirto aktif mengkritik kebijakan kolonial Belanda yang menindas pribumi. Akibat keberaniannya, ia kerap mengalami tekanan, bahkan diasingkan oleh pemerintah kolonial.

Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo, yang mendirikan surat kabar dengan misi membangun kesadaran nasionalisme. Perannya dalam menyebarkan pemikiran kritis membuatnya dijuluki sebagai “Bapak Pers Nasional”.

Di era perjuangan kemerdekaan, pers semakin menjadi alat perjuangan. Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantara), pendiri Persatuan Indonesia, menggunakan tulisan-tulisannya untuk membangkitkan semangat nasionalisme. Salah satu karyanya yang terkenal adalah artikel berjudul “Als Ik Een Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda), yang mengkritik kebijakan pemerintah kolonial dan menyebabkan dirinya diasingkan ke Belanda.

Pers dalam Perjuangan Reformasi

Di era Orde Baru, kebebasan pers mengalami tekanan luar biasa. Pemerintah memiliki kontrol ketat terhadap media melalui mekanisme Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Namun, di tengah situasi tersebut, banyak jurnalis yang tetap berani menyuarakan kritik, seperti Goenawan Mohamad, pendiri majalah Tempo, yang kerap dibredel karena liputan investigatifnya.

Gerakan reformasi 1998 menjadi tonggak baru bagi kebebasan pers di Indonesia. Media mulai tumbuh dengan lebih bebas, tanpa tekanan dari pemerintah. Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 memberikan jaminan lebih besar bagi jurnalis untuk bekerja tanpa takut sensor atau intervensi politik.

Tantangan Pers di Era Digital

Meskipun kebebasan pers telah mengalami kemajuan, tantangan baru muncul di era digital. Hoaks, disinformasi, dan ujaran kebencian menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh insan pers. Selain itu, kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi, baik dalam bentuk intimidasi fisik maupun digital.

Oleh karena itu, memperingati Hari Pers Nasional bukan hanya sekadar mengenang perjuangan para tokoh pers, tetapi juga sebagai refleksi akan tantangan yang masih ada. Insan pers harus terus menjaga integritas dan profesionalisme, sementara masyarakat diharapkan lebih kritis dalam mengonsumsi berita.(*)

Pos terkait