RUANGAKSELERASI.ID, MAKASSAR — Data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Februari 2025, mencatat beban klaim dan manfaat di industri asuransi jiwa tercatat naik sekitar 15%, sementara pertumbuhan premi hanya sekitar 5%.
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo menilai ketidakseimbangan ini patut diwaspadai oleh pelaku industri asuransi jiwa.
“Tingginya klaim bukan berasal dari klaim jatuh tempo atau kematian, melainkan lebih disumbang oleh penebusan polis di tengah jalan (surrender),” ujar Irvan dilansir dari Kontan, Selasa (25/5/2025).
Lebih lanjut, ia mengatakan hal ini terjadi akibat kelesuan ekonomi yang ditandai dengan rendahnya daya beli masyarakat, minimnya lapangan kerja, dan meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Efeknya tentu akan menurunkan rentabilitas dan likuiditas perusahaan asuransi jiwa, meskipun tidak serta merta menurunkan rasio kecukupan modal atau Risk Based Capital (RBC),” jelas Irvan.
Ia menambahkan bahwa secara umum RBC masih terjaga di kisaran 300%–350%, jauh di atas batas minimum yang ditetapkan regulator sebesar 120%.
Melihat tren ke depan, Irvan menilai bahwa prospek industri asuransi jiwa sangat bergantung pada kondisi perekonomian secara umum.
Jika kelesuan ekonomi terus berlanjut, dengan kombinasi pertumbuhan premi yang lambat, hasil investasi yang tertekan, dan tingginya tingkat surrender, maka pertumbuhan industri asuransi jiwa diperkirakan akan tetap tertekan hingga akhir 2025.(*)