ADAKAH balasan dari perbuatan menutupi aib orang lain dalam Islam? Bagaimana pahala yang didapat dari perbuatan tersebut?
Seperti diketahui, bergunjing atau ghibah sangatlah dilarang dalam Islam, apalagi mengungkap aib seseorang. Jikalau kita mengetahui rahasia-rahasia itu secara tidak langsung, seperti saat mendengar kabar perceraian si fulanah, dan tahu hal-hal sensitif mengenai permusuhan antara keluarga fulan dengan keluarga fulanah.
Jika demikian, berhati-hatilah! Jangan sampai aib mereka terbuka kerena kata-kata kita. Memang, tidaklah mudah menyebut nama seseorang saat menceritakan sebuah peristiwa dan kejadian, di mana itu menjadi rahasia bagi para pelakunya.
Jika terpaksa harus mengatakan atau menceritakan, maka cukuplah bagi kita berkata, “Ada seorang perempuan yang melakukan ini…” atau “Ada seseorang yang ditimpa peristiwa …” atau yang semisalnya.
Dengan syarat, jangan sampai orang yang mendengar cerita kita mengambil kesimpulan bahwa yang kita ceritakan itu adalah si A dan si B.
Dikutip dari buku ‘Kaifa Tahtasibiina al-Ajra Fii Hayaatiki al-Yaumiyyah,’ karya Hana binti Abdul Aziz ash-Shanii’, dijelaskan menyebut sebuah peristiwa dengan cara demikian, kita bisa menceritakan apa yang ingin kita ceritakan. Tapi ingat, tetap jaga lidah dari ghibah (membicarakan kejelekan orang lain).
Kita harus menjaga rahasia orang lain agar tidak terungkap di hadapan orang banyak, dengan cara kita sendiri. Jika mengetahui sebuah rahasia bagi para pelaku, atau kita dekat dengan peristiwa yang sensitif, maka tugas kita adalah tidak menyebarkannya! Karena sikap seorang muslimah adalah menutupi aib dan memberikan nasehat.
Sedang orang munafik mengungkap aib dan membicarakannya. Sebaiknya, yang diharapkan dari kita adalah meminta nasihat kepada Allah. Menutupi aib seorang muslim, selama ia tidak melakukannya dengan terang-terangan.
Apalagi bermain-main dengan kemaksiatan. Maka agar kita dapat menutup aib sesama muslim baik laki-laki dan perempuan, Hana binti Abdul Azis dalam bukunya tersebut menjelaskan beberapa upaya sebagai berikut:
1. Berharap agar Allah azza wa jalla akan menutupi aib kita di suatu hari yang agung nanti (hari Kiamat), di mana semua kejadian akan diungkap, sejak kita dilahirkan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَة
“Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari Kiamat kelak.” (HR. Muslim)
2. Persembahkan jiwa kita untuk menggapai rahmat Allah. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman,
إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-A’raf : 56)
Maka, janganlah engkau sungkan untuk berbuat baik kepada orang muslim lainnya dengan menutupi aibnya. Perempuan yang baik berada sangat dekat dengan rahmat Allah.
3. Berusahalah untuk mewujudkan keimanan dalam diri
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, hingga ia bisa mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri (HR. al-Bukhari) Jika kita tidak rela aib kita dibeberkan di hadapan orang lain, maka begitu juga dengan orang lain, dia tidak akan rela aibnya dibeberkan.
4. Berusahalah untuk memperbaiki kesalahan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيْهِ
“Salah satu tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya (HR. Bukhari)
Dan harus kita yakini bahwa membicarakan rahasia orang lain adalah sesuatu yang tidak penting bagi kita!
5. Pahala meninggalkan ghibah demi mengharap ridha Allah. Membicarakan aib orang lain adalah pekerjaan orang-orang lemah. Orang akan dipuja jika tidak melakukan hal itu. Dan orang yang sering membicarakan sesuatu yang tidak penting baginya, akan dibicarakan orang lain juga. Na’udzu billah.
6. Mendapatkan cinta Allah, sebab Allah menyukai ketertutupan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ -عَزَّ وَجَلَّ- حَلِيْمٌ حَيِيٌ سِتِّيْرٌ يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla Maha Bijaksana, Maha Pencipta dan Maha Menutupi. Dia menyukai rasa malu dan ketertutupan” (HR. an-Nasai) Jika kita melakukan apa yang dicintai oleh Allah, maka Allah akan mencintai kita.
7. Jika saat kita menutupi (aib) muslim lainnya, laki-laki dan perempuan, berarti kita sedang menjaga umat Islam dari jurang kehinaan. Karena berita-berita (hina) yang tersebar adalah jalan menuju kehinaan.
Dan orang-orang akan menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa. Tetapi, menutupi aib bukan berarti kita tidak mau mencegah dan memberikan nasehat kepada orang yang membutuhkan. Kita dapat memberikan nasehat kepada mereka, dengan syarat tidak membeberkan aib mereka secara terang-terangan.
Kecuali, jika sikap menutupi yang kita lakukan membuat mereka semakin menjadi-jadi dan semakin berani melakukan kejahatan. Jika begitu, wajib bagi kita untuk mengangkat permasalahan mereka kepada orang yang berkompenten memperbaiki dan menyelesaikan persoalan mereka.
Apa yang kita lakukan ini akan mendapatkan pahala, jika kita berniat untuk menolong muslim atau muslimah selamat dari azab Allah Ta’ala. Wallahu A’lam.(SINDONEWS)