RUANGAKSELERASI.ID, MAKASSAR – Seksi Penerangan Hukum pada Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan bersama mahasiswa KKN Tematik dari Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar dan Universitas Bosowa melaksanakan kegiatan Jaksa Masuk Sekolah (JMS) di SMAN 1 Maros, Selasa (21/1/2025).
Soetarmi, Kepala Seksi Penkum Kejati Sulsel, hadir sebagai pembicara dalam kegiatan JMS yang mengusung tema “Hukum dan Etika Dalam Kehidupan Remaja: Bijak Dalam Bermedia Sosial.”
Kepala Sekolah SMAN 1 Maros, Takbir, mengungkapkan rasa terima kasih atas dilaksanakannya penyuluhan hukum melalui JMS. Menurutnya, kegiatan tersebut sangat krusial untuk memberikan pengetahuan kepada siswa tentang bagaimana menjadi warga negara yang menjalankan hukum dengan baik.
“Kita patut bersyukur, hari ini sekolah kita dikunjungi oleh pihak Kejati Sulsel untuk memberikan sosialisasi dan berbagi ilmu tentang perilaku yang seharusnya dilakukan oleh warga negara dan siswa di tengah masyarakat demi menghindari pelanggaran hukum,” ungkap Takbir.
Takbir menekankan pentingnya pemahaman hukum. Hal ini karena terkadang pelanggaran hukum muncul akibat ketidaktahuan terhadap peraturan yang ada. Oleh karena itu, ia meminta agar lebih dari 50 siswa yang mengikuti kegiatan JMS dapat fokus dan teliti selama penyampaian materi.
Sementara itu, Soetarmi, Kasi Penkum Kejati Sulsel, menjelaskan tentang pro dan kontra dari media sosial. Di antara manfaat media sosial adalah mempermudah pembelajaran, memperluas jaringan, menyampaikan pendapat, serta menyalurkan minat dan bakat. Namun di sisi lain, terdapat risiko seperti kecanduan, FOMO, cyberbullying, dan penyebaran informasi palsu.
Soetarmi menjelaskan bahwa tindak pelanggaran dalam penggunaan media sosial, atau cybercrime, merupakan kejahatan yang terjadi di dunia maya dan bertentangan dengan hukum yang ada.
“Ini merupakan bentuk kejahatan baru yang memanfaatkan elektronik dan jaringan internet,” kata Soetarmi.
Ia turut menjelaskan beberapa karakteristik dari cybercrime, di antaranya penggunaan teknologi informasi, bukti digital, pelaksanaan kejahatan yang bersifat nonfisik, investigasi yang melibatkan laboratorium forensik komputer, bersifat tidak terlihat, dan penggunaan saksi ahli dari bidang IT dalam proses pengadilan.
Berbagai jenis cybercrime mencakup cyberpornografi (bertentangan dengan norma), cyberstalking (merusak reputasi seseorang dengan identitas yang dicuri), hacking (mengakses komputer orang lain secara ilegal), carding (memanfaatkan kartu kredit orang lain tanpa izin), dan phishing (meniru identitas orang lain untuk meretas).
“Soetarmi menjelaskan, untuk menangani masalah terkait cybercrime, perlu adanya cyberlaw di Indonesia yang merujuk kepada Undang-undang nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.”
Dia memberikan beberapa saran kepada siswa SMAN 1 Maros terkait cara mengatasi cybercrime. Yang pertama adalah meningkatkan keamanan pada komputer serta akun media sosial. Yang kedua, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan cybercrime beserta cara pencegahannya.
Saran ketiga adalah jangan menanggapi atau membalas tindakan pelaku. Keempat, simpan semua bukti di media digital, seperti mengambil screenshot pesan atau gambar yang dikirim pelaku sebagai bahan bukti saat melapor ke penegak hukum.
“Yang terpenting adalah bersikap sopan dan bijak di dunia maya. Gunakan semua bentuk media komunikasi dan perangkat elektronik untuk tujuan yang positif,” pesan Soetarmi.