RUANGAKSELERASI.ID, JAKARTA – Ditetapkannya 11 pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sebagai tersangka kasus judi online menjadi ironi. Bagaimana tidak, badan yang seharusnya berada di garda terdepan memerangi judi online, justru malah memiliki oknum yang ‘ikut bermain’.
Total, sudah ada 16 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Sebanyak 11 di antaranya adalah pegawai Komdigi.
Para tersangka sebenarnya bekerja memantau hingga memblokir situs-situs judi online. Namun, mereka menyalahi wewenang tugas, sehingga tidak memblokir. Mereka malah mendapatkan keuntungan Rp 8,5 juta per situs.
Terdapat 1.000 situs judi online yang ‘dijaga’ oleh tersangka, agar tak kena blokir, dan 4.000 situs yang dilaporkan ke atasan untuk diblokir.
“Para pegawai tersebut bekerja di ruko yang dijadikan semacam ‘kantor satelit’. Mereka bekerja dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Wira Satya Triputra.
Ruko yang berada di kawasan Kota Bekasi tersebut digeledah Polisi pada Jumat (1/11). Beberapa barang bukti disita, termasuk laptop para tersangka.
Tersangka juga mempekerjakan sejumlah orang dalam ‘kantor satelit’ ini. Ada yang berperan sebagai operator dan ada sebagai admin.
Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai pengawasan internal di Komdigi lemah. Inilah yang membuat oknum di dalamnya bisa bermain. Perlu juga, kata dia, dicurigai para pejabatnya yang mungkin menerima setoran.
“Ini kementerian yang seharusnya di depan memimpin pemberantasan judi online, tapi malah jadi pelindung. Karena itu jangan diberi ampun pejabat setingkat apapun harus disikat, bahkan jika cukup bukti menterinya pun harus diperiksa,” kata Fickar kepada Liputan6.com, Senin (4/11/2024).
Fickar mengatakan, tidak mustahil para atasan tersangka juga ikut bermain dan terlibat di dalamnya. Seperti setingkat eselon 1 dan 2 Komdigi.
“Bahkan jika cukup bukti, sampai mungkin menterinya pun bisa diproses,” tambahnya.
Sementara Ahli Hukum Universitas Bina Nusantara (Binus), Ahmad Sofian, mengatakan, dalam konteks hukum pidana, judi termasuk judi online adalah kejahatan. Norma hukumnya juga jelas dalam KUHP dan dalam UU ITE.
“Namun karena judi adalah kejahatan bisnis, maka para pelaku pasti memanfaatkan organ-organ pemerintah, yang kita sebut oknum, untuk berkolaborasi dengan mereka. Organ pemerintah yang ada di Komdigi adalah salah satu target mereka. Mereka punya uang yang besar, dan platform mereka tidak di Indonesia, sehingga Komdigi berperan penting agar situs mereka tidak ditutup atau diblok,” kata Ahmad