RUANGAKSELERASI.ID, MAKASSAR– Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) menggelar aksi unjuk rasa di depan Polda Sulawesi Selatan, Kamis (23/1/2025). Aksi ini diwarnai pembakaran ban bekas dan orasi bergantian, menyebabkan kemacetan panjang di kawasan tersebut.
Massa membawa spanduk bertuliskan “KINERJA NOL BESAR” dan menuntut pemeriksaan serta pencopotan Kapolres Enrekang. Mereka menyoroti sejumlah kasus yang dianggap mangkrak dan menduga adanya intervensi dalam penanganan laporan polisi di Polres Enrekang.
Salah satu kasus yang disoroti adalah laporan pencemaran nama baik yang diajukan oleh Ibu Susanti dan Ibu Anita. Keduanya melaporkan Hj. Sanaria dan anaknya, Raden, dengan Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) Nomor 195/XII/2024/SPKT di Polres Enrekang pada 15 Desember 2024.
Laporan tersebut terkait unggahan di media sosial Facebook, pesan chat, serta video yang dianggap menyerang secara personal dengan kata-kata tidak senonoh. Menurut GAM, Hj. Sanaria, yang dikenal sebagai “ratu rentenir Enrekang,” mendapat perlakuan khusus dalam penanganan hukum kasus tersebut.
Fajar Wasis, selaku Jenderal Lapangan, menduga ada praktik “main mata” yang menghambat proses hukum terhadap terlapor.
“Kami mencurigai adanya praktik main mata dalam penanganan laporan ini, sehingga tersangka tidak ditahan. Dugaan intervensi oleh pejabat Polres Enrekang semakin memperkuat kecurigaan kami,” ujar Fajar.
Ia juga menyoroti pentingnya keadilan dalam penegakan hukum. “Aparat Penegak Hukum (APH) harus memperhatikan asas keadilan. Narasi bahwa hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas harus dipatahkan,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Panglima Besar GAM, La Ode Ikra Pratama, menyebutkan unsur pidana yang jelas dilanggar dalam kasus tersebut, seperti Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, Pasal 311 Ayat (1) KUHP, dan beberapa pasal lainnya.
Ia menilai penanganan kasus ini sangat tidak wajar, terutama adanya upaya penghentian laporan secara sepihak.
“Ini menunjukkan indikasi kuat adanya intervensi dari pihak tertentu di Polres Enrekang,” kata La Ode Ikra.
La Ode juga mengancam akan menggelar aksi lanjutan jika kasus tersebut tidak diselesaikan secara transparan.
“Jika perkara ini tidak dilanjutkan, kami akan kembali turun ke jalan menuntut supremasi hukum yang sebenarnya. Kami mendesak Polda Sulsel untuk memeriksa dan mencopot Kapolres Enrekang yang tidak becus menangani kasus ini,” tutupnya.
Aksi ini menjadi sorotan publik dan diharapkan mendapat tanggapan serius dari pihak berwenang guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.(*)