RUANGAKSELERASI.ID, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan kembali mencatat kemenangan penting di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Wali Kota Palopo 2024. Dalam sidang putusan Perkara Nomor 326/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang digelar Selasa, 8 Juli 2025, MK memutuskan menolak permohonan sengketa yang diajukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 3.
Kemenangan ini tak lepas dari peran aktif dan pendampingan profesional Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) yang sejak awal mendampingi KPU Sulsel dalam seluruh proses persidangan.
Dalam amar putusannya, MK menilai bahwa salah satu pokok keberatan Pemohon—terkait status mantan terpidana Calon Wakil Wali Kota Akhmad Syarifuddin—tidak berdasar. Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menegaskan, Akhmad telah memenuhi seluruh ketentuan hukum, termasuk kewajiban untuk mengumumkan statusnya secara terbuka kepada publik sebelum penetapan pasangan calon pada Pemungutan Suara Ulang (PSU).
“Kesalahan administratif oleh penyelenggara pemilu tidak dapat dibebankan kepada calon. Justru, Akhmad Syarifuddin sudah lebih dulu menyatakan secara terbuka statusnya sebagai mantan terpidana di media massa maupun media sosial sebelum penetapan calon,” ungkap Ridwan dalam sidang.
Transparansi Akhmad juga terlihat dalam proses pengurusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), di mana ia menyatakan pernah dipidana. Hal ini menjadi bukti itikad baik dan keterbukaan kepada publik.
Sementara itu, tudingan kepada Calon Wali Kota Naili terkait ketidaksesuaian dokumen SPT Pajak juga dimentahkan MK. Naili dinilai telah memenuhi persyaratan administratif karena memiliki NPWP dan laporan pajak pribadi yang sah selama lima tahun terakhir, sehingga perbedaan tanggal unggah dokumen tidak menjadi persoalan substansial.
Kepala Kejati Sulsel, Agus Salim, menyampaikan apresiasinya atas kepercayaan yang diberikan KPU kepada institusinya. “Kami berkomitmen untuk terus memberikan layanan hukum terbaik demi mendukung pemilu yang adil, transparan, dan sesuai dengan hukum,” ujarnya.
JPN Kejati Sulsel diketahui telah mendampingi KPU dalam berbagai sengketa Pilkada, termasuk Pilgub Sulsel dan Pilkada di Makassar, Parepare, Takalar, Toraja Utara, Bulukumba, Pangkep, Kepulauan Selayar, dan Jeneponto. Sejak awal tahun 2025, mereka telah mempersiapkan diri menghadapi 11 gugatan sengketa Pilkada lainnya di MK.
Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati Sulsel, Fery Tas, turut memantau langsung jalannya persidangan sebagai bentuk keseriusan Kejaksaan dalam mendukung proses demokrasi yang bersih.
Meskipun gugatan ini akhirnya ditolak karena tidak memenuhi ambang batas selisih suara—di mana selisih suara mencapai 36.328 suara, jauh di atas batas 1.874 suara yang ditentukan—putusan MK ini juga menegaskan bahwa pasangan Naili–Akhmad Syarifuddin sah dan memiliki legitimasi penuh atas kemenangan PSU.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, menambahkan bahwa pendampingan hukum oleh JPN merupakan implementasi nyata dari perjanjian kerja sama antara KPU Sulsel dan Kejati Sulsel. “Kemenangan ini bukan hanya milik KPU, tetapi juga masyarakat yang percaya bahwa hukum adalah fondasi utama demokrasi,” ujarnya.
Kolaborasi antara KPU dan Kejati Sulsel menjadi contoh sinergi yang efektif dalam menjaga integritas pemilu, sekaligus menguatkan kepercayaan publik bahwa proses demokrasi bisa dijalankan secara adil dan konstitusional.(*)