ASS Disebut Otak Pabrik Uang Palsu di Kampus UIN Alauddin Makassar

Polisi Sita Mesin Cetak Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar
Polisi Sita Mesin Cetak Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar/Int

RUANGAKSELERASI.ID, MAKASSAR – Kasus pabrik uang palsu yang menggemparkan baru-baru ini, kini menyorot peran sentral seorang pengusaha sekaligus politisi berinisial ASS. Direktur Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Pol Dedi Supriyadi, mengungkapkan bahwa ASS adalah dalang di balik operasi ini.

“Tersangka ASS memiliki peran strategis sebagai pemberi ide utama, penyandang dana, pembeli mesin cetak, sekaligus pengendali operasional,” jelas Dedi dilansir dari CNNIndonesia, Selasa (31/12/2024).

Kasus ini bermula dari temuan pabrik uang palsu yang berlokasi di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Kabupaten Gowa. Modus operandinya memanfaatkan fasilitas kampus, di mana Kepala Perpustakaan UIN Makassar, Andi Ibrahim, berperan memasukkan mesin cetak ke perpustakaan.

Bacaan Lainnya

“Mesin ini dimasukkan dengan alasan untuk fotokopi buku mahasiswa agar tidak mencurigakan,” tambah Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Wibisono.

Namun, fakta menunjukkan bahwa mesin tersebut digunakan untuk memproduksi uang palsu dalam skala besar. ASS, sebagai penggagas utama, juga bertanggung jawab atas pendanaan dan instruksi strategis dalam operasi ilegal ini.

Saat ini, ASS sedang menjalani perawatan di RS Bhayangkara Makassar akibat kondisi kesehatan yang memburuk. Meski begitu, proses hukum terus berjalan. “Tersangka utama sudah kami tahan dalam kondisi sakit. Koordinasi dengan kejaksaan juga telah dilakukan untuk segera menyelesaikan berkas perkara,” terang Yudhiawan.

Kasus ini menegaskan bahwa ASS bukan sekadar pemain sampingan, melainkan arsitek utama yang memanfaatkan jaringan dan kekuasaannya untuk menjalankan aksi kriminal. Proses hukum terhadap ASS diharapkan menjadi langkah awal untuk mengungkap lebih jauh jaringan uang palsu ini dan memberi efek jera kepada pelaku lainnya.

Tersangka utama mungkin sudah tertangkap, tetapi pertanyaan besar tetap menggantung: seberapa dalam jaringan ini merasuk ke berbagai sektor di Sulawesi Selatan ?

Pos terkait