Anggota DPR Frederik Kalalembang Desak Penutupan Tambang Batu di Tikala

Frederik Kalalembang
Anggota DPR RI, Irjen Pol Purn. Frederik Kalalembang| Foto: Ist

RUANGAKSELERASI.ID, MAKASSAR – Anggota DPR RI, Irjen Pol Purn. Frederik Kalalembang meminta Kapolres Toraja Utara segera menghentikan aktivitas tambang galian C yang berada di daerah Tikala, Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Hal itu disampaikan Frederik melalui surat jawabannya menanggapi aduan masyarakat yang diterimanya melalui tokoh masyarakat Tikala yakni Prof. DR. Agus Salim, Anthonius T. Tulak, Efran Bima Muttaqin, Andre Salim, dan Willyam Carlos Panggeso. Aduan tersebut menyoroti permasalahan tambang di Tikala, khususnya terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) Tambang Batu yang meresahkan masyarakat serta berpotensi menyebabkan bencana tanah longsor dan banjir bandang.

“Kami sampaikan kepada saudara Kapolres Toraja Utara agar aktivitas tambang tersebut segera ditutup dan dihentikan untuk menghindari gejolak di masyarakat serta guna menghindari terjadinya tanah longsor dan banjir bandang yang akhir-akhir ini sering terjadi di Kabupaten Toraja Utara dan Tana Toraja,” tegas Frederik dalam surat tanggapannya bernomor 20/JFK-DPR.RI/IV/2025 tertanggal Rabu, 2 April 2025.

Bacaan Lainnya

Frederik juga menguraikan dugaan terjadinya pelanggaran hukum terkait aktivitas tambang galian C berupa tambang batu yang dijalankan oleh sebuah perusahaan berinisial CV BD. Sejak tahun 2020, perusahaan tersebut diduga telah melakukan penambangan di wilayah Tikala, meskipun izin usaha pertambangan baru diperoleh pada tahun 2021.

Masyarakat Tikala mengaku keberatan atas aktivitas tambang batu tersebut. “CV BD selaku penambang belum mendapat izin dan belum menyelesaikan kewajibannya kepada pemilik lahan. Ini menjadi bukti bahwa mereka belum memenuhi ketentuan hukum yang berlaku,” ujar salah satu tokoh masyarakat, Agus Salim.

Selain itu, masyarakat juga menyatakan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan dalam proses pengurusan perizinan tambang. “Kami tidak pernah diundang untuk memberikan saran, pendapat, atau tanggapan dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Padahal, keterlibatan masyarakat seharusnya menjadi bagian penting dalam proses ini,” kata Anthonius T. Tulak.

Pengangkutan batu hasil tambang juga menjadi sorotan karena menggunakan akses jalan umum, yang dinilai membahayakan pengguna jalan lain serta merusak infrastruktur. “Truk-truk bermuatan berat melewati jalan umum setiap hari. Selain membahayakan pengguna jalan, kondisi jalan semakin rusak akibat beban yang berlebihan,” ungkap Efran Bima Muttaqin.

Frederik menambahkan bahwa aktivitas tambang ini juga berdampak pada kawasan wisata alam. “Lokasi penambangan berada di dalam kawasan wisata alam Tongkonan Marimbunna, yang merupakan salah satu destinasi unggulan Toraja. Jika dibiarkan, ini akan merusak ekosistem dan mengancam keberlanjutan wisata setempat,” ujarnya.

Masyarakat Tikala berharap pihak berwenang segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan aktivitas tambang ini demi keselamatan lingkungan dan kesejahteraan warga setempat.(*)

Pos terkait